
Yield obligasi pemerintah Jepang untuk tenor 10 tahun minggu ini melonjak mendekati 1,9 persen, level tertinggi sejak sebelum krisis finansial 2008. Ini menandai berakhirnya era di mana yield obligasi di Jepang sebagian besar dikendalikan oleh bank sentral dan nyaris tidak bergerak. Bagi bitcoin, ini bisa memiliki konsekuensi yang sangat besar. Saatnya kita bahas lebih dalam.
Suku Bunga Kembali Bergerak sebagai Instrumen Pasar #
Selama beberapa dekade, Bank of Japan (BoJ) secara artifisial menahan suku bunga tetap rendah melalui pembelian obligasi skala besar dan kebijakan ketat untuk mengendalikan kurva yield. Suku bunga tenor 10 tahun bergejolak di sekitar level nol selama bertahun-tahun dan dianggap sebagai instrumen kebijakan, bukan hasil dari permintaan dan penawaran.
Kini, seiring kebijakan tersebut dilonggarkan secara bertahap, suku bunga mulai berperilaku lagi sebagai ‘harga pasar’ yang sesungguhnya. Naiknya seluruh kurva yield, dari tenor 2 hingga 30 tahun, menunjukkan bahwa investor menuntut imbal hasil yang lebih tinggi di sebuah negara dengan inflasi yang persisten dan utang negara yang sangat besar.
Normalisasi yang Tidak Berjalan Mulus #
Namun, kenaikan suku bunga ini tidak berarti Jepang secara definitif meninggalkan era suku bunga ultra-rendah. Ini lebih merupakan sebuah tes: seberapa jauh bank sentral bisa menarik diri tanpa menekan ekonomi atau sektor keuangan? Jepang memiliki sejarah panjang deflasi dan pertumbuhan yang sangat lambat. Jika perekonomian global jatuh ke dalam resesi, diharapkan BoJ akan segera melakukan intervensi. Suku bunga yang lebih tinggi dalam skenario seperti itu akan lebih melemahkan ekonomi dan memperburuk beban utang. Bank sentral kemudian bisa kembali membeli obligasi atau menekan suku bunga untuk menjaga stabilitas.
Perbedaannya dengan operasi penyelamatan sebelumnya adalah bahwa efek sampingnya kini sudah jelas: pasar obligasi yang terganggu, tekanan pada perbankan, dan yen yang melemah yang dengan cepat menjadi risiko saat harga impor naik.
Apa Artinya bagi Bitcoin? #
Gerak di pasar obligasi Jepang juga berdampak pada aset berisiko, termasuk bitcoin. Kenaikan suku bunga di ekonomi besar, terutama di Jepang sebagai salah satu kreditur terbesar di dunia, biasanya mengurangi likuiditas global. Modal yang selama bertahun-tahun tersedia dengan murah menjadi lebih langka dan mahal. Bagi harga bitcoin, ini sering kali berarti lebih banyak volatilitas. Aset ini selama beberapa tahun terakhir sangat bergerak seiring dengan likuiditas global: ketika suku bunga naik dan investor besar mengurangi risiko, minat pada aset digital juga menurun.
Di sisi lain, perubahan dalam siklus ekonomi dapat menghasilkan skenario yang sebaliknya. Jika Jepang atau bank sentral lainnya kembali mengambil kebijakan stimulus saat perekonomian global mendingin, justru akan ada likuiditas tambahan yang dapat mendukung bitcoin dan segmen pasar lainnya.
Keseimbangan yang Rapuh #
Dengan demikian, kenaikan suku bunga di Jepang kurang merupakan sinyal dari ekonomi yang percaya diri, dan lebih sebagai indikasi tentang apa yang menurut pasar dapat dipertahankan. Negara ini mencoba meninggalkan era suku bunga nol, tetapi margin untuk melakukannya dengan tenang sangat tipis. Resesi global dapat dengan cepat membalikkan arah gerakan ini. Bagi investor, mulai dari pedagang obligasi hingga investor kripto, pesannya jelas: Jepang berada di titik balik, dan hasilnya dapat berdampak ke seluruh dunia.